Ragam Kesenian Di Maluku Utara
Selain memiliki objek wisata yang menarik, ternate juga memilki budaya yang sangat unik dan mempunyai sejarah pada zaman dahulu, seperti Tarian Mistis Bambu Gila. MENDENGAR "Bambu Gila" mungkin pikiran Anda akan teralih kepada sebuah benda bernama bambu. Tidak sepenuhnya salah, karena tarian berasal dari Maluku Utara ini juga menggunakan medium bambu. Bambu unsur mistis, mantan, dan kemenyan. Sebanyak tujuh pria kuat bertarung melaw,5 meter dan berdiameter 8 cm. Ini merupakan pemandangan menarik, saat menyaksikan ini Anda akan merasakan pengalaman supranatural yang mungkin jarang atau belum pernah Anda rasakan sebelumnya. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi yang bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di kota Ternate dan sekitarnya. Untuk memulai pertunjukan ini sang pawang membakar kemenyan di dalam tempurung kelapa sambil membaca mantra dalam "bahasa tanah" yang merupakan salah satu bahasa tradisional Maluku Utara. Kemudian asap kemenyan dihembuskan pada batang bambu yang akan digunakan. Jika menggunakan jahe maka itu dikunyah oleh pawang sambil membacakan mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi kemenyan atau jahe ini untuk memanggil roh para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis kepada bambu tersebut. Roh-roh inilah yang membuat batang bambu seakan-akan menggila atau terguncang-guncang dan semakin lama semakin kencang serta sulit untuk dikendalikan. Dalam berbagai atraksi yang melibatkan hawa mistis, manusialah yang dirasuki oleh roh mistis tetapi dalam tarian ini roh mistis yang dipanggil dialihkan ke dalam bambu. Ketika pawang membacakan mantra berulang-ulang, si pawang lantas berteriak "gila, gila, gila!" Atraksi bambu gila pun dimulai. Alunan musik mulai dimainkan ketika tujuh pria yang memegang bambu mulai merasakan guncangan bambu gila. Bambu terlihat bergerak sendiri ketika pawang menghembuskan asap dan menyemburkan jahe ke batang bambu. Para pria yang memeluk bambu mulai mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan kekuatan guncangan bambu. Ketika irama musik mulai dipercepat, bambu bertambah berat dan menari dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Atraksi bambu gila berakhir dengan jatuh pingsannya para pemain di arena pertunjukan. Hal yang unik dari pertunjukan ini, kekuatan mistis bambu gila tidak akan hilang begitu saja sebelum diberi makan api melalui kertas yang dibakar. Bambu yang digunakan merupakan bambu lokal. Namun, proses memilih dan memotong bambu tidak sembarangan, karena dibutuhkan perlakuan khusus. Pawang terlebih dahulu meminta izin dari roh yang menghuni hutan bambu tersebut. Bambu kemudian dipotong dengan melakukan adat tradisional. Bambu dibersihkan dan dicuci dengan minyak kelapa kemudian dihiasi dengan kain pada setiap ujungnya. Dahulu, bambu langsung diambil dari Gunung Gamalama, gunung api di Ternate, Maluku Utara. Saat ini, tarian bambu gila dipelajari dan dimainkan di luar pulau Maluku Utara. Tradisi tari bambu gila diyakini sudah lama dimulai sebelum masa Islam dan Kristen masuk ke kepulauan ini. Saat ini tari berbau mistis ini hanya dipentaskan di beberapa desa kecil. Melihat tarian ini merupakan pengalaman spiritual yang unik. Lantunan mantra dari pawang dan tabuhan tifa menciptakan pertunjukan yang tidak bisa Anda temukan ditempat lain di dunia. Apalagi jika Anda ikut menari dengan bambu gila, membuat pengalaman ini sulit untuk Anda lupakan.
Selain Tari Bambu Gila, Tarian yang satu ini tidak kalah menariknya yaitu Tarian SOYA-SOYA, Tarian yang berasal dari Maluku Utara, ternate ini masuk dalam MUSEUM REKOR INDONESIA. Dimana Atraksi yang di mainkan oleh 8.125 penari dalam rangka memeriahkan hari jadi Sultan Ternate, Mudhafar Syah yang ke-76 ini juga masuk dalam rekor dunia sebagai atraksi tarian adat dengan peserta terbanyak. Penyerahan Piagam Rekor diserahkan langsung oleh perwakilan Musium Rekor Indonesia kepada Sultan Ternate.
Tarian Soya-soya berawal dari penyerbuan benteng portugis di kastela (Santo Paolo Pedro) tahun (1570-1583) oleh Sultan babullah untuk mengambil jenazah ayahnya Sultan Khairun yang dibunuh secara kejam oleh tentara protugis
Tarian Soya-soya adalah tarian perang yang berasal dari Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan. Tarian ini mengisahkan tentang Patriotisme Pasukan Perang Moloku Kie Raha dalam upaya mengusir penjajah dari Moloku Kie Raha.
Tarian ini menceritakan tentang pencarian mayat Sultan Khairun, ayahnya Sultan Babbullah, yang dibunuh oleh Portugis didalam Benteng Gamma Lama/Kastela/Nostra Senhora Del Rosario pada tahun 1570.
Tarian ini menceritakan tentang pencarian mayat Sultan Khairun, ayahnya Sultan Babbullah, yang dibunuh oleh Portugis didalam Benteng Gamma Lama/Kastela/Nostra Senhora Del Rosario pada tahun 1570.
Ketika itu seorang kapita paparanga dari kayoa bersama dengan kolano kaicil membuat sebuah gerakan menyerang menggunakan daun woka/aren disebut ngana-ngana dan menangkis menggunakan salawaku seraya diikuti secara spontan oleh pasukan dari Sultan Babullah dan dengan suara lantang kapita paparanga dari kayoa berteriak SOYA-SOYA yang dalam pengertiannya diterjemahkan sebagai tarian penjemputan .Banyak pasukan yang bergabung dalam penyerbuan benteng tersebut untuk mencari mayat Sultan Khairun, yang dipimpin oleh Sultan Babbullah. Dalam pencarian yang melibatkan seluruh kerajaan yang ada di Moloku Kie Raha hingga dari luarpun ikut dalam pencarian ini dan menghabiskan waktu yang cukup lama, dan seluruhnya dipertaruhkan untuk mengusir Bangsa Portugis yang telah dengan kejam membunuh Sultan Khairun. Dalam pertempuran tersebut pasukan Kayoa lah yang menemukan mayat Sultan Khairun, sehingga diciptakan tarian ini oleh seniman Kesultanan untuk mengabadikan peristiwa bersejarah ini.
Busana yang dikenakan para penari adalah Ikat kepala yang berwarna kuning yang dalam Bahasa Ternate disebut Tuala Lipa/Lipa Kuraci, Baju belah dada berwarna putih yang dalam Bahasa Ternate disebut Taqoa, Celana panjang juga berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau.
Alat-alat yang dipakai dalam tarian tersebut adalah Perisai (Salawaku) di tangan kiri dan kanan memegang ngana-ngana – seruas bambu yang diberi hiasan daun palam (Woka) yang berwarna merah, kuning dan hijau disampingnya dipasangi kerincingan (Gring-Gring) atau diberi biji-biji jagung didalam bambu tersebut, sehingga bila digoyang akan berbunyi ritmis.
Musik pengiringnya terdiri dari Gendang (Tifa), Gong(Saragai), Gono yang berukuran kecil (Tawa-tawwa) dan 3 orang pemusik. Jumlah penari tidak ditentukan, tetapi harus ganjil.
Maksudnya para penari yang jumlahnya genap sebagai pasukan perang dan penari yang satu orang itu sebagai komandan pasukan atau kapita perang.
Busana yang dikenakan para penari adalah Ikat kepala yang berwarna kuning yang dalam Bahasa Ternate disebut Tuala Lipa/Lipa Kuraci, Baju belah dada berwarna putih yang dalam Bahasa Ternate disebut Taqoa, Celana panjang juga berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau.
Alat-alat yang dipakai dalam tarian tersebut adalah Perisai (Salawaku) di tangan kiri dan kanan memegang ngana-ngana – seruas bambu yang diberi hiasan daun palam (Woka) yang berwarna merah, kuning dan hijau disampingnya dipasangi kerincingan (Gring-Gring) atau diberi biji-biji jagung didalam bambu tersebut, sehingga bila digoyang akan berbunyi ritmis.
Musik pengiringnya terdiri dari Gendang (Tifa), Gong(Saragai), Gono yang berukuran kecil (Tawa-tawwa) dan 3 orang pemusik. Jumlah penari tidak ditentukan, tetapi harus ganjil.
Maksudnya para penari yang jumlahnya genap sebagai pasukan perang dan penari yang satu orang itu sebagai komandan pasukan atau kapita perang.
Tarian ini kerap diperagakan saat akan melakukan penjemputan tamu penting atau tamu kebesaran oleh pihak Keslutanan yang datang atau pejabat tinggi . tarian soya-soya ini juga diistilahkan dengan tarian perang, karena berdasarkan latar balakang tarian ini, digunakan oleh pasukan kesultanan untuk berperang melawan penjajah ketika berhasil menjemput Sultan khairun dan menumpas penjajah dari bumi Moloku Kie Raha.